Sososk
prajurit sejati ini memang sudah hampir 15 tahun pergi untuk selamanya. Namun,
namanya akan senantiasa dikenang sebagai seorang Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat yang kaya dengan
pengalaman tempur, berjiwa ksatria dan seorang pemimpin yang andal.
Dalam
situs resmi Akadami Militer (Akmil), ia adalah penerima penghargaan Adhi
Makayasa pertama. Seperti yang diketahui, penghargaan Adhi Makayasa hanya
diberikan untuk lulusan terbaik Akmil, yang saat itu masih bernama Akademi
Militer Nasional (AMN).
Ya,
sosok itu adalah Jenderal TNI (Purn.) Edu Sudrajat. Usai
menyelesaikan pendidikan militernya, Edi sempat bertugas sebagai Komandan
Pleton (Danton) Batalyon Infanteri (Yonif) 515/Tanggul, atau yang kini bernama
Yonif 515/Ugra Tapa Yudha.
Saat
itu, Edi diterjunkan dalam operasi militer penumpasan kelompok separatis
Republik Maluku Selatan (RMS), Organisasi Papua Merdeka (OPM), hingga Gerakan
30 September 1965 yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pengalamannya
di medan pertempuran, mengantar Edi naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal
(Brigjen) TNI pada 1980, menduduki posisi sebagai Panglima Komando Tempur
Lintas Udara Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad), atau yang
saat ini bernama Divisi Infanteri 1/Kostrad.
Kemudian
pada 1981, Edi kembali mendapat kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal
(Mayjen) TNI, dengan jabatan sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam)
I/Bukit Barisan, dan Pangdam III/Siliwangi.
Setelah
itu, Edi dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (Kasum ABRI) periode 1985 hingga 1986. Karier Edi kian
moncer setelah kembali naik pangkat menjadi bintang tiga atau Letnan Jenderal
(Letjen) TNI dan menduduki posisi Wakasad.
Edi
kemudian dipercaya menjadi orang nomor satu di jajaran TNI Angkatan Darat
sebagai Kasad, dengan pangkat Jenderal TNI. Saat itu lah, Edi mendatangi
langsung medan perang di Timor-Timur yang menjadi objek Operasi Seroja.
Kesaksian
bagaimana keberanian dan kesederhanaan Edi diungkap oleh mantan Wakil Kepala
Staf TNI Angkatan Darat (Wakasad), Letjen TNI (Purn.) Kiki Syahnakri.
Dalam
bukunya "Aku Hanya Tentara", Kiki yang saat itu masih berpangkat
Letnan Kolonel (Letkol) TNI, mendapat kunjungan langsung dari Mayjen TNI Edi
Sudrajat. Kala itu,
Kiki masih menjabat sebagai Komandan Yonif 514/Raider.
"Ada
kisah yang amat mengesankan, terjadi hampir 20 tahun lalu di kawasan pegunungan
Timor Timur (kini Timor Leste). Dalam kegelapan malam, di tengah-tengah bivak
Posko Mobile Yonif 514, membayang suatu sosok," ujar Kiki.
"Dengan
cepat saya bersiap mendekat untuk mengetahuinya. Ternyata itu adalah Jenderal
TNI Edi Sudrajat, Kepala Staf TNI AD (KSAD). Jenderal ini datang untuk
mengecek, sekaligus mengetahui hal-hal teknis yang langka "disentuh"
pucuk pimpinan Angkatan Darat," katanya.
Setelah
selesai melakukan pengecekan, Kiki tak menyangka bahwa Edi memutuskan untuk
menginap di Posko Mobil Yonif 514. Meskipun Edi adalah sosok jenderal bintang
empat, ia tak segan tidur di dalam bivak beralas jerami dan beratam ponco (jas
hujan).
"Jenderal
yang dikenal sebagai orang lapangan dan sederhana itu memutuskan untuk bermalam
bersama di Posko Mobile satuan kami, semacam bivak (tenda) beralas jerami
alang-alang dan beratap ponco," ucap Kiki melanjutkan.
"Mengingat
pasukan kami sedang bergerak dalam operasi tempur, selaku komandan saya menarik
tiga tim guna pengamanan dan perlindungan terhadap Pak Edi dan staf (beberapa
jenderal). Untuk itu, saya sendiri memimpin dengan berjaga bersama tim
pengaman," katanya.
Komentar
Posting Komentar