Hari itu tanggal 11 September 1599,
Setelah terjadi perkelahian sengit satu lawan satu di geladak kapal, akhirnya
Cornelis de Houtman mati terbunuh di tangan perempuan perkasa ini. Namanya
keumalahayati dan atas keberaniannya itu akhirnya dia mendapat gelas Laksamana.
Saat ini nama Malahayati banyak dipakai sebagai nama jalan, nama
pelabuhan di Banda Aceh bahkan nama universitas di Bandar Lampung. Dan yang
lebih keren nama Malahayati dipakai sebagai nama kapal perang TNI!
Laksamana Keumalahayati merupakan wanita pertama di dunia yang
pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya
pada akhir abad ke-XV. Berdasarkan bukti sejarah (manuskrip) yang tersimpan di
University Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun
1875 M, Keumalahayati berasal dari keluarga bangsawan Aceh. Belum ditemukan
catatan sejarah secara pasti yang menyebutkan kapan tahun kelahiran dan tahun
kematiannya. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad
XVI.
Laksamana Keumalahayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah.
Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin
Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M.
Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah
(1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.
Jika dilihat dari silsilah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
Laksamana Keumalahayati merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan
keraton. Ayah dan kakeknya pernah menjadi laksamana angkatan laut. Jiwa bahari
yang dimiliki ayah dan kakeknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap
kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang
pelaut yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya tersebut.
Riwayat
Pendidikan
Ketika menginjak usia remaja, Laksamana Keumalahayati mendapatkan
kebebasan untuk memilih pendidikan yang diinginkannya. Ketika itu Kesultanan
Aceh Darussalam memiliki Akademi Militer yang bernama Mahad Baitul Makdis, yang
terdiri dari jurusan Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Setelah menempuh
pendidikan agamanya di Meunasah, Rangkang, dan Dayah, oleh karena ia ingin
mengikuti karir ayahnya sebagai laksamana, maka ia mendaftarkan diri dalam
penerimaan taruna di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Ia diterima di
akademi ini dan dapat menempuh pendidikan militernya dengan sangat baik.
Bahkan, ia berprestasi dengan hasil yang sangat memuaskan.
Sebagai siswa yang berprestasi, Laksamana Keumalahayati berhak
memiliki jurusan yang diinginkannya. Ia memilih jurusan Angkatan Laut. Ketika
menempuh pendidikan di akademi ini ia pernah berkenalan dengan seorang calon
perwira laut yang lebih senior (data tentang namanya belum diketahui).
Perkenalan tersebut berlanjut hingga benih-benih kasih sayang terbangun di
antara mereka. Mereka berdua akhirnya bersepakat untuk saling memadu kasih dan
menyatukan diri ke dalam cinta. Setelah tamat dari Akademi Militer Mahad Baitul
Makdis, keduanya melangsungkan pernikahan.
Setelah menamatkan studinya di Akademi Militer Mahad Baitul
Makdis, Laksamana Keumalahayati berkonsentrasi pada dunia pergerakan dan
perjuangan. Ia diangkat oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil (1589-1604
M) sebagai Komandan Protokol Istana Darud-Dunia di Kesultanan Aceh Darussalam.
Jabatan tersebut merupakan kepercayaan sultan terhadap dirinya, sehingga ia
perlu menguasai banyak pengetahuan tentang etika dan keprotokolan.
Komandan Protokol Istana
Sebagai seorang perwira
muda lulusan Akademi Militer Baitul Makdis di Aceh dan memiliki prestasi
pendidikan yang sangat memuaskan, Keumalahayati memperoleh kehormatan dan
kepercayaan dari Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil (1589- 1604), diangkat menjadi
Komandan Protokol lstana Darud-Dunia dari Kerajaan Aceh Darussalam. Jabatan
sebagai Komandan Protokol lstana bagi Keumalahayati adalah merupakan jabatan
yang tinggi dan terhormat. Jabatan tersebut sangat besar tanggung jawabnya,
karena di samping menjadi kepercayaan Sultan, juga harus menguasai soal etika
dan keprotokolan sebagai mana lazimnya yang berlaku di setiap istana kerajaan
di manapun di dunia. Bersamaan dengan pengangkatan Keumalahayati sebagai
Komandan Protokol Istana, diangkat pula Cut Limpah sebagai komandan intelijen istana
(geheimraad).(Rusdi Sufi, 1994 :31).
sumber: wikipedia dan AcehPedia
sumber: wikipedia dan AcehPedia
Komentar
Posting Komentar